Judul
Buku : La Bango
Pengarang : Muhammad Tahir Alwi
Tahun
Terbit : 2010
Tempat
Terbit : Mataram-NTB
Penerbit : Mahani Persada
La Bango adalah seorang pemuda dari
sebuah perkampungan di dekat kaki pegunungan. Dia ingin melamar seorang gadis
kaya yang tinggal di kampung tengah. Setelah lamarannya di terima oleh kedua
orang tua si gadis, La Bango harus mengabdi (ngge’e nuru) sebagai persyaratan
meminang si gadis.
Setelah
lima hari La Bango tinggal di rumah si gadis, tiba-tiba hujan lebat turun,
kemudian ayah si gadis menyuruh La Bango untuk menambal alang-alang atap rumah
yang bocor. La Bango pun naik ke atap
rumah untuk menambal atap tersebut, tanpa sengaja La Bango menengok ke bawah,
tanpa sengaja ia melihat calon kekasihnya sedang mengoles lulur ke seluruh
tubuhnya, semua tubuhnya kelihatan, termasuk buah dadanya.
La
bango langsung turun dari atap dan berlari pulang kerumahnya untuk menemui
ibunya. Sesampainya di rumah ia memarahi ibunya mengapa tak memberitahunya
tentang dua buah bisul sebesar cangkir yang dimiliki oleh calon kekasihnya
tersebut. Sang ibu memberitahu bahwa itu bukan bisul, tetapi buah dada dan
semua perempuan memiliki itu. Tetapi La Bango tetap tidak suka dengan wanita
yang dadanya menonjol.
Akhirnya
La Bango memutuskan untuk mencari gadis lain dan meminta saran ibunya. Ibunya
memberi saran agar mencari gadis yang ramah. Maka pergilah La Bango mencari. Di
tengah perjalanan ia menemukan seorang perempuan yang telah meninggal dunia
dimanana mulutnya menganga dan matanya terbelalak. La Bango membawanya ke
rumahnya kemudian mayat tersebut di ikat di tiang tengah dengan posisi berdiri.
Ibunya mencium bau busuk lalu mencari sumbernya. Ternyata berasal dari mayat
yang dibawa La Bango. Sang ibupun memarahi La Bango dan menyuruh La Bango
menguburkan mayat tersebut. Setelah selesai menguburkan mayat tersebut La Bango
mendengar suara kentut ibu dan bapaknya dan mencium bau busuk itu berasal dari
kedua orang tuanya. La Bangopun menyeret ibu dan bapaknya untuk dikubur, karena
menurutnya semua yang sudah berbau busuk harus dikubur. Tanpa mendengarkan
teriakan ibu dan bapaknya La Bango mengubur kedua orang tuanya hidup-hidup. Tak
lama kemudian, terdengar bunyi kentut dari pantatnya dan mengeluarkan bau
busuk, akhirnya La Bango menguburkan dirinya sendiri, tetapi hanya sebatas
leher.
Setelah
malam tiba lewatlah dua orang maling yang tak sengaja menyenggol kepala La
Bango. Merekapun menolong La Bango dan mengajaknya untuk pergi mencuri. Sesuai
kesepakatan La Bango yang masuk ke dalam rumah untuk mencuri dan kedua maling
tersebut menunggu di luar. Si maling menyuruh La Bango untuk mencari barang
yang terasa berat, La Bango pun membawakannya batu tugku. Kedua maling tersebut
memaki La Bango karna kebodohannya. Kemudian maling tersebut menyuruh lagi La
Bango untuk mengambil barang yang merah-merah menyala. Kemudian La Bango
mengambil barang yang merah menyala yang di tutupi abu di atas tungku. Ia
mengais bara api itu, dan membungkusnya dengan sarung. Dalam perjalanan keluar
sarungnya terbakar dan bara api tersebut jatuh satu demi satu. Setiap bara api
yang jatuh La Bango selalu berkata “Itu sudah jatuh sebiji”.
Mendengar
suara La Bango yang punya rumah terbangun, kedua maling yang berada diluar
langsung melarikan diri. Sang pemilik rumah terkejut melihat La Bango berada di
dalam rumahnya, kemudian dia bertanya mengapa La Bango bisa ada dirumahnya dan
apa saja yang telah dicuri. La Bangopun menjawab dia diajak oleh kedua temannya
dan menceritakan kejadian tadi. Mendengar kisah pencurian La Bango yang punya
rumah tertawa terbahak-bahak dan tidak jadi menghukum Bango. La Bangopun diajak
untuk tinggal dirumah tersebut.
Setelah
berminggu-minggu pemilik rumah melihat budi pekerti La Bango yang jujur dan
patuh. Suatu hari sang pemilik rumah akan pergi ke ladang dan menitipkan anak
bayinya untuk dimandikan. Yang punya rumah berpesan agar anak bayinya jangan
dimandikan dengan air dingin tetapi dengan air hangat.
Tibalah
waktunya madi, La Bango pergi ke dapur untuk memanaskan air. Setelah airnya mendidih
La Bango menuangkan air tersebut kedalam sebuah belanga yang biasa dipakai
untuk memandikan bayi tersebut. Ia mengambil bayi tersebut dan dimandikannya
dalam air yang panas mendidih. Bayi tersebut berteriak, menangis sambil
meronta. Kemudian bayi itu mati, kulitnya melepuh. Setelah memandikannya La
Bango membungkus anak tersebut dengan kain sarung dan ditaruh kembali ke dalam
ayunan.
Tak
berapa lama kemudian datanglah yang punya rumah dan menanyakan bayinya sedang
apa, apakah sudah dimandikan. La Bango menjawab “Sudah saya mandikan dengan air
panas. Tidurnya nyenyak sekali dari tadi belum bangun-bangun”
Orang
tua bayi tersebut terkejut dan pergi mendatangi bayinya di ayunan. Dilihatnya
kulit bayinya terkelupas dan sudah meninggal. Sang pemilik rumah tak dapat
menahan nafsu amarahnya, dipukulnya La Bango dan di usirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar